Literature review dari 20 Jurnal
Judul : Gambaran stress dan dampaknya pada mahasiswa
Tujuan : untuk mengetahui gambaran umum stress dan dampaknya pada mahasiswa yang
dilihat dari kejadian sehari-hari.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan deskriptif. Metode pengambilan sample yang dilakukan adalah non-probability
sampling. Peneliti melakukan penelitian berdasarkan kesediaan dan keinginan dari partisipan.
Penelitian dilakukan pada 67 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Peneliti melakukan survey dengan memberikan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa tentang lima kejadian sehari-hari dalam lima hari terakhir yang menimbulkan stress serta dampak yang
dirasakan. Mahasiswa diminta untuk menuliskannya di atas kertas dan diminta untuk menuliskan umur dan jenis kelamin, lalu dikumpulkan.
Pembahasan : Stress merupakan hal yang sering ditemui dan sulit dihindari dalam kehidupan sehari-hari, bahkan Seyle (1976, dalam Ridner, 2004) menyebutkan bahwa tanpa adanya stress, maka tidak akan ada kehidupan. Stress adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap segala tuntutan, baik respon positif maupun respon negatif (Seyle, 1976 dalam Ridner, 2004). Pengertian lain menyebutkan bahwa stress merupakan respon individu terhadap adanya stressor (Mulhall, 1996, dalam Barnes & Montefusco, 2011). Aneshenhel (1992, dalam Barnes & Montefusco, 2011) menjelaskan bahwa stressor merupakan stimulus, baik eksternal, maupun internal, yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya stress. Stressor terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu life events, chronic stressor,dan daily hassles (Barnes & Montefusco, 2011).
Dalam konteks mahasiswa, terdapat empat sumber stress pada mahasiswa yaitu interpresonal, intrapersonal, akademik, dan lingkungan (Ross, Niebling, & Heckert, 2008).
Interpersonal adalah stressor yang dihasilkan dari hubungan dengan orang lain, misalnya konflik
dengan teman, orang tua, atau pacar.Intrapersonal adalah stressor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri, misalnya kesulitan keuangan, perubahan kebiasaan makan atau tidur, dan kesehatan menurun. Akademik adalah stressor yang berhubungan dengan aktivitas perkuliahan dan masalah yang mengikutinya, misalnya nilai ujian yang jelek, tugas yang banyak, dan materi
pelajaran yang sulit. Lingkungan adalah stressor yang berasal dari lingkungan sekitar, selain akademik, misalnya kurangnya waktu liburan, macet, dan lingkungan tempat tinggal yang tidak
nyaman (Ross, Niebling, & Heckert, 2008). Pada penelitian ini, peneliti fokus pada sumber stress
yang berasal dari daily hassles pada mahasiswa.
Banyak dampak negatif yang dihasilkan dari distress. seperti kurang nya nafsu makan, berkurangnya energi, menimbulkan berbagai penyakit dan berpengaruh juga terhadap hormon individu. Selain dari segi fisik juga berdampak ke segi psikologis seperti kecemasan, depresi, yang terparah bisa sampai ada keinginan untuk mengakhiri hidup nya. beberapa tanda bahwa stress telah berdampak pada fisik diantaranya adalah adanya gangguan tidur, peningkatan detak jantung, ketegangan otot, pusing dan demam, kelelahan, dan kekurangan energi.
Mengapa mahasiswa di indonesia banyak yang mengalami stress? karena dari segi umur mahasiswa di indonesia rata - rata berusia 18-24 dimana umur itu sedang menuju tahap dewasa dan mencari jati diri mereka yang sebenarnya. Berusaha untuk bergaul, mencari hubungan koneksi, dan mempunyai tanggung jawab sosial atau pun lainnya. Ditambah lagi adanya beban akademik, kegiatan kampus dan overthinking lulus kuliah mau kerja apa lalu tekanan hidup dari orang tua ataupun dari diri nya sendiri. Dalam memenuhi tugas perkembangan tersebut, tak jarang ditemukan masalah-masalah yang memicu timbunya stress. Dampak yang dihasilkan dari stress tersebut pun beragam mulai dari hal yang ringan, seperti sakit kepala dan tidak nafsu makan, hingga hal yang paling fatal, yaitu bunuh diri.
Kesimpulan : Sebagian besar mahasiswa memiliki lebih dari 1 jenis stress dan kebanyakan dari mereka memiliki stress intrapersonal (pemicu nya adalah keuangan dan waktu) dan dari rasa stress itu kebanyakan memberikan dampak bagi mahasiswa pada segi fisik.
ngomong - ngomong soal stress yang memberikan dampak pada fisik, baik itu kelelahan atau lesu, stress juga memberikan dampak bagi fisik berupa perubahan hormon terutama pada perempuan, berikut ini akan membahas jurnal tentang stress pengaruh ke hormon.
Judul : Hubungan stress dengan gangguan siklus menstruasi pada remaja putri.
Tujuan : bertujuan untuk mengetahui hubungan stres dengan gangguan siklus
menstruasi
Metode : Penelitian ini menggunakan teknik
proposional random sampling. Skala variabel stres mengacu pada instrument baku DASS 42 dengan tingkat stress dikategorikan kedalam lima tingkatan, yaitu: Normal (skor: 0-14) Ringan (skor: 15-18) Sedang (skor: 19-25) Berat (skor: 26-33) dan Sangat berat (skor >34). Analisa data menggunakan analisa univariat dengan distribusi frekuensi, dan presentase setiap kategori, analisa bivariat menggunakan uji chi square. Etika pengambilan data yang digunakan yaitu menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati privasi dan kerahasiaan, keadilan dan keterbukaan, informed consent, mempertimbangkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.
Pembahasan : Salah satu faktor yang memengaruhi gangguan siklus menstruasi adalah stres. Stres adalah kondisi yang timbul ketika seseorang mengalami tekanan atau beban yang melebihi kemampuannya. Stres dapat berdampak pada gangguan siklus menstruasi, dan sistem neuroendokrinologi diketahui berperan penting dalam reproduksi wanita. Karena stres dapat mempengaruhi produksi hormon perangsang folikel (FSH-LH) di hipotalamus dan mengganggu produksi estrogen dan progesteron, yang pada akhirnya menyelbabkan ketidakteraturan dalam siklus menstruasi.
Ketika seseorang mengalami stres, tubuh melepaskan adrenalin sebagai bentuk pertahanan. Stres meningkatkan pelepasan CRH oleh hipotalamus, yang meningkatkan kadar kortisol (hormon stres) dalam darah. Peningkatan kortisol dapat menghambat pelepasan faktor gonadotropin yang mengontrol ovulasi pada wanita, yang dapat mengganggu siklus menstruasi.
Judul : Pengaruh menstruasi terhadap Akne vulgaris
Tujuan : Untuk mengetahui lebih dalam keterhubungan pengaruh menstruasi terhadap munculnya Akne Vulgaris atau yang lebih dikenal dengan jerawat.
Metode : Menggunakan studi literatur dari beberapa jurnal nasional dan internasional yang telah diterbitkan kemudian hasilnya dibandingkan dan disajikan ke dalam artikel.
Pembahasan : Penyebab AV salah satunya ialah peran hormon berupa androgen, estrogen, dan progesteron. Pada wanita, sangat sering dikaitkan antara munculnya AV dengan siklus menstruasi. AV sering terjadi akibat rendahnya hormon estrogen dan progesteron selama beberapa siklus menstruasi pertama. Tercatat bahwa hormon progesteron dianggap bertanggungjawab atas aktivitas rangsangan kelenjar sebasea pada wanita.
Kejadian muncul Akne Vulgaris (AV) rata-rata terjadi di remaja usia 16 - 17 tahun saat sebelum mengalami menstruasi (pre menstruasi) hal ini di dukung dengan data penelitian dengan jumlah data responden sebesar 59,7% mengalami saat pre menstruasi dan 19,4% setelah menstruasi. Hal ini dikarenakan asupan lemak jenuh pada responden sebagian besar tergolong lebih dari cukup (50,0%). Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar subjek (41,7%) menyatakan timbulnya AV terjadi sewaktu-waktu.
Mayoritas penderita AV berjenis kelamin laki-laki
(58%), usia 17 tahun (41%), menderita AV saat sebelum dan sesudah menstruasi (15%). Selain itu, mengonsumsi kacang kacangan (64%), akibat dari panas (70%), faktor psikis (90%) dan kosmetik (18%) dapat memicu terjadinya AV.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ayudianti dan Indramaya, pasien dengan masalah timbulnya AV pada tahun 2008 - 2010 terbanyak dikarenakan faktor hormonal dengan jumlah pasien sebanyak 1919 pasien (55, 6%) dan faktor hormonal pada pasien berhubungan dengan siklus menstruasi.
Judul :Stress Psikologis terhadap timbulnya akne vulgaris
Tujuan : Memberikan ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan stres psikologis terhadap timbulnya akne vulgaris.
Metode : Menggunakan studi literatur dari beberapa jurnal nasional dan internasional yang telah diterbitkan kemudian hasilnya dibandingkan dan disajikan ke dalam artikel.
Pembahasan : Stres psikologis adalah salah satu faktor pemicu munculnya akne vulgaris dan bisa
memperberat kondisi akne sebelumnya, Akne vulgaris yang muncul pada usia remaja diakibatkan karena peningkatan hormon androgen yang membuat kelenjar sebasea mengalami pembesaran dan sekresi sebum juga meningkat sehingga mengakibatkan terbentuknya akne. Salah satu faktor munculnya akne juga akibat faktor stres. Stres merupakan suatu tekanan atau sesuatu yang terasa menekan dalam disi seseorang biasanya disebabkan karena perbedaan antara harapan dan kenyataan yang diinginkan oleh orang tersebut. Stres psikologis akan merangsang hipotalamus untuk memproduksi Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang memicu peningkatan kadar Adenocorticotropin Hormon (ACTH), yaitu hormon androgen yang berperan penting dalam munculnya akne Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen terutama testosteron menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan memproduksi sebum dalam jumlah banyak. Peningkatan produksi sebum ini yang berhubungan dengan patogenesis terjadinya akne vulgaris.
Saat muncul stressor, tubuh akan merespon secara fisiologis. Saat persepsi stres diterima oleh korteks otak, CRH disekresikan oleh hipotalamus ke sistem portal hipofisis. Sehingga hipofisis anterior terangsang untuk melepaskan ACTH ke dalam sirkulasi sistemik dan membuat korteks adrenal mengeluarkan glukokortikoid dan epinefrin. Sistem neuroendokrin ini dikenal sebagai hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Peningkatan jumlah glukokortikoid yang berkepanjangan akan berefek pada kelenjar sebasea dan keratinosit pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum .Kelenjar sebasea akan meningkatkan produksi sebum dan keratinosit akan berproliferai. Dua hal tersebut pada akhirnya akan menimbulkan akne vulgaris.
Kesimpulan : Stres psikologis berhubungan dengan kejadian timbulnya akne vulgaris.
Judul : Hubungan tingkat stress dengan kejadian jerawat
Tujuan : Untuk mengetahui secara sistematis hubungannya stress dengan kejadian jerawat.
Metoode :Menggunakan Survey analytic dengan menggunaka pendekatan Cross Sectional Study, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan criteria inklusi dan eksklusi.
Pembahasan : emosi terutama stress sering
ditemukan sebagai faktor penyebab kambuhnya acne. adanya acne kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita memanipulasi acnenya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne baru. Psikis. Stress emosi pada penderita dapat menyebabkan kambuhnya jerawat, hal ini terjadi melalui mekanisme peningkatan produksi hormon androgen dalam tubuh.
Menurut penelitian yang dilakukan (Latifah Sofia & Evi Kurniawati, 2015), didapatkan adanya hubungan antara stress dengan kejadian acne vulgaris. Hal ini disebabkan timbulnya acne vulgaris berhubungan dengan kondisi kesehatan jiwa dan psikologis remaja salah satunya stress dan kecemasan. Antara psikis dan kondisi kulit saling mempengaruhi sebaliknya keadaan gangguan kulit dapat juga berpengaruh terhadap psikis.
Banyak faktor yang memicu terjadinya acne, terutama acne vulgaris, yang justru sering terjadi pada masa remaja. Misalnya makanan dengan kadar lemak tinggi, karbohidrat dan jumlah kalori tinggi, aktivitas fisik meningkat, stress, penggunaan kosmetik yang salah, penggunaan obat dan minuman terlarang dan lainnya.
Judul : Hubungan stress dengan kejadian akne Vulgaris pada mahasiswa
Tujuan : untuk menganalisis hubungan stres dengan kejadian acne vulgaris.
Metode : yang digunakan yaitu analitik dengan menggunakan pendekatan case control.
Pembahasan : Di Indonesia, acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi sekitar 85-100% kasus acne. Acne vulgaris sering dijumpai pada wanita yang berusia 14-17 tahun dan pada pria berusia 16-19 tahun.
Setelah diobservasi, sekitar 50% mahasiswa semester V sedang mengalami jerawat (acne vulgaris) kebanyakan belum mengenal kiat-kiat dalam mengenali faktor-faktor penyebab timbulnya jerawat salah satunya faktor stres. Bila sudah menjadi korban, barulah mereka cemas dan bingung akan cara untuk mengobati dan menyingkirkan noda-noda yang mencederai wajah yang dulu mulus dan halus.
Sepanjang kehidupan perempuan kadar hormon androgen yang disebut sebagai penyebab jerawat, kadarnya relatif tidak turun secara drastis. Hormon
androgen ini berasal dari suatu mekanisme perubahan lemak, khususnya kolesterol.Efek kerja kelenjar sebum mulai berkurang pada wanita saat menjelang menopause.
Hormon androgen dan esrtogen merupakan hormon yang ada pada pria dan wanita. Perbedaannya hanya dalam kadar atau jumlah yang dihasilkan. Hormon androgen lebih banyak pada pria, sedangkan hormon estrogen lebih banyak pada wanita.
Hormon androgen merupakan hormon yang berperan aktif dalam merangsang tubuh untuk berbagai perubahan dan penyesuaian, kadar hormon androgen meningkat dan mencapai puncak pada umur 18-20 tahun. Kenaikan dari
hormon androgen yang beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea sehingga dapat memicu timbulnya kejadian acne vulgaris (Yuindartanto, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden, yang memiliki kategori stres berjumlah 23 orang dengan klasifikasi (34.8%) tidak menderita acne vulgaris dan (65.2%) menderita acne vulgaris. Sedangkan kategori tidak stres berjumlah 13 orang dengan klasifikasi (76.9%) tidak menderita acne vulgaris dan (23.1%)
menderita acne vulgaris. Dapat dilihat bahwa perbandingan yang terjadi baik responden dengan kategori stres maupun kategori tidak stres, ternyata lebih dari setengah diantaranya menderita acne vulgaris.
Judul : Faktor - faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris pada remaja remaja santri pesantren babun najah.
Tujuan : untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya Acne vulgaris pada remaja, mengetahui persentasi Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin, mengetahui faktor terbanyak penyebab Acne vulgaris, dan untuk mengetahui tingkat keparahan Acne vulgaris pada remaja.
Metode : case study, metode yang berfokus pada
suatu objek yang berkaitan dengan penelitian dengan tujuan dapat memberikan gambaran atau
deskripsi yang rinci mengenai sifat, karakter, latar belakang dari suatu kasus kemudian dikaitkan dengan hal-hal yang umum.
Pembahasan : Acne sering muncul pada area wajah. punggung atas, dan leher. Banyak faktor yang menimbulkan munculnya Acne vulgaris, diketahui bahwa para santri memiliki pola hidup yang kurang teratur dikarenakan harus melakukan aktivitas belajar yang berlebih untuk dapat mencapai target dalam proses pembelajaran. Para
santriwan atau satriwati sering kali tidur terlambat atau bergadang untuk menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan. Pola tidur yang buruk akan memberikan dampak bagi pori-pori kulit yang akan mengalami pembesaran, sehingga menyebabkan mudahnya masuk kotoran atau debu yang pada area kulit dan membentuk komedo.
Komedo adalah tahap awal yang memicu dari timbulnya jerawat atau Acne vulgaris pada kulit. Permasalahan terjadinya Acne vulgaris menyebabkan para santri merasa kurang percaya diri dan mengalami stress.
Pola makan yang buruk juga sangat mempengaruhi timbulnya acne vulgaris, pada penelitian ini yang dimaksud pola makan yg buruk adalah yang sering mengkonsumsi makanan selain makanan pokok misalnya makanan berminyak gorengan, makanan pedas, dan makanan tinggi lemak.Kosmetik juga dapat menyebabkan acne vulgaris seperti bedak dasar, pelembab, krem penahan sinar matahari, krim malam bahkan sabun wajah jika mengandung bahan-bahan komedo genik. Bahan komedo genik seperti lanolin, petrolatum, minyak itsiri dan bahan kimia murni seperti asam aloik, butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna Drug dan Cosmetic (D&C) biasanya terdapat pada krim wajah.
Kebiasaan tidur juga menjadi salah satu penyebab timbulnya acne vulgaris. Pada penelitian didapatkan sebanyak 65% yang tidur diatas jam 11 malam dan sebanyak 35% yang tidur pada jam yang telah ditetapkan oleh pesantren.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yang menderita Acne vulgaris adalah laki-laki sebanyak 67 responden (54,5%). Berdasarkan umur 14 tahun sebanyak 41 responden (33,3%) Berdasarkan tingkat keparahan derajat “ringan” yang paling tinggi dengan jumlah responden 69 (56,1%). Sebanyak 90 responden (73%) dengan
konsumsi makanan yang beresiko timbulnya acne vulgaris. Sebanyak 82(66,7%) responden yang tidak menggunakan kosmetik. Sebanyak 103(83,7%) responden yang tidak ada keturunan
Acne vulgaris. Sebanyak 77(62,6%) responden yang tidak membersihkan wajah setelah beraktifitas. Sebanyak 80(65%) responden yang tidur diatas jam 11 malam. Sebanyak 77(62,6%) responden yang mengalami stres dengan aktifitas yang ada dipesantren termasuk pada saat ujian akhir.
Dapat disimpulkan faktor pemicu munculnya acne vulgaris terbanyak disebabkan karena mengonsumsi makanan kurang sehat, dan waktu tidur yang terlambat dan kurang cukup.
Judul : Hubungan antara kualitas tidur dengan acne vulgaris pada mahasiswa fakultas kedokteran umum Universitas Mahalayati
Tujuan : Mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan acne vulgaris pada mahasiswa
fakultas kedokteran umum universitas malahayati angkatan 2019.
Metode : analitik observasional dengan menggunakan pendekatan metode cross sectional
menggunakan teknik total sampling sebanyak 157 sampel keseluruhan di bagi menjadi 112 sampel dengan acne vulgaris positif dan 45 sampel dengan acne vulgaris negatif yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pembahasan : terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara kualitas tidur dengan kejadian acne vulgaris. Karena, Kualitas tidur yang buruk menyebabkan penurunan hormon melatonin. Hormon melatonin dikeluarkan pada malam hari oleh kelenjar pineal yang berada di hipotalamus diatas chiasma opticum. Pada siang hari ketik kelenjar pineal tidak atif melatonin tertekan. Ketika
hari menjadi gelap, level plasma naik dengan drastis dan rasa kantuk datang sehingga efek chronobiotic dari melatonin diasosiasikan dengan ritma sirkardian yang mengatur siklus tidur dan bangun (Djunarko et al, 2018).
Jam tidur yang baik yaitu dimulai pukul 08.00 malam hingga tengah malam untuk mendapatkan tidur yang nyenyak dan mimpi indah. Jika tidur larut malam di atas jam 12 malam, kebiasaan ini akan memberikan dampak buruk pada kesehatan. Tidur terlalu larut memiliki kaitan signifikan dengan penurunan hormon melatonin (National Sleep Foundation, 2015).
Hormon melatonin sendiri berfungsi untuk menekan sintesis androgen. Rendahnya hormon melatonin menyebabkan peningkatan sintesis hormon androgen. Peningkatan sintesis hormon androgen menyebabkan meningkatnya sekresi kelenjar sebum yang mengakibatkan terjadinya acne vulgaris (Djunarko et al, 2018).
Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan acne vulgar dengan Odds Ratio (OR) = 33,214 yang berarti peluang responden dengan kualitas tidur buruk berisiko tiga puluh tiga kali untuk menderita acne vulgaris.
Tindakan pengobatan dapat dilakukan untuk mengatasi acne vulgaris, namun diperlukan juga tindakan pencegahan yang salah satunya adalah dengan memperbaiki kualitas tidur.
Judul : Faktor - faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya acne vulgaris (Jerawat) Pada remaja di SMAN 1 Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2018.
Tujuan : Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris pada remaja
Metode : bersifat Korelasi dengan desain penelitian cross sectional, yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor faktor yang mempengaruhi Timbulnya jerawat.
Pembahasan : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan faktor - faktor timbulnya jerawat pada remaja berdasarkan Pemakaian kosmetik kebanyakan tidak cocok dalam pengunaan pemakaian kosmetik dan tahu dampak dari pemakaian kosmetik akan menimbulkan jerawat, sehingga kebiasaan siswa/i memiliki kebiasaan tidak memakai pengunaan kosmetik.
Sekarang banyak dokter kulit, dokter yang kaya sampai dengan yang miskin bisa berobat kedokter Maka tidak berhubungan. Kosmetik yang digunakan terjamin karena dikeluarkan dari spesialis-spesialis ahli kulit. Malahan yang tidak mengunakan kosmetik yang menimbulkan jerawat karena hormon di usia remaja yang menyebabkan jerawat muncul. Sedangkan remaja yang berobat ke dokter hormon dan kosmetiknya di sesuaikan dengan dokternya.
Kosmetika dapat menyebabkanHal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian responden bahwa mayoritas siswa/i yang mengalami timbulnya jerawat di SMPN 1 Kampar timur memiliki kebiasaaan mengunakan kosmetik sebanyak 40 orang (56,6%).
Selain itu, faktor lainnya adalah dari segi makanan memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan tidak baik. Menurut Afriyanti RN, (2015) terdapat maknan tertentu yang memperberat Acne vulgaris, makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan,kacang,susu,keju dan
sejenisnya), makanan tinggi karbonhidrat (makanan manis,coklat dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodum (garam). pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Diwanta,2013).
Judul : Hubungan pola makan dengan kejadian acne vulgaris pada mahasiswa semester VIII di sekolah tinggi ilmu kesehatan (StiKes) tana toraja tahun 2020
Tujuan : untuk mengetahui hubungan antara pola
makan dengan kejadian acne vulgaris pada mahasiswa semester VIII di Stikes Tana Toraja
Metode : Menggunakan adalah deskriptif analitik dengan metode cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 60 responden kemudian data dianalisis dengan mengunakan uji statistik chi–square.
Pembahasan : Acne vulgaris bisa terjadi dalam beberapa bentuk/gradasi yang tidak selalu sama pada setiap penderita. Kasus AV sering dijumpai oleh dermatologis terutama pada usia remaja. Acne vulgaris dapat menetap hingga usia pertengahan (Zouboulis et al., 2005) (S Bakri, 2013). Penyebab timbulnya acne vulgaris dapat disebabkan oleh, stress, hormon, pola makan. Pola makan dapat mengakibatkan timbulnya acne vulgaris karena ada beberapa makan yang mengandung tinggi kalori, lemak, dan karbohidrat olahan.
Pola makan menurut Lie Goon Hong dalam Sri Karjati adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai berbagai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok tertentu. Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : kebiasaan makan, taraf ekonomi keluarga, dan lingkungan.
Dari hasil wawancara 10 mahasiswa tentang pola
makan dengan kejadian acne vulgaris, diperoleh hasil bahwa timbulya acne vulgaris disebabkan karena pola makan yang buruk dapat memperparah timbulnya jerawat, seperti jarang mencuci muka, sering makan makanan mengandung lemak serta perubahan komposisi dan produksi sebum yang dapat memicu inflamasi serta jerawat pada kulit. Hal ini dapat terjadi dikarenakan makanan dengan kadar index glikemik tinggi, bisa memicu fluktuasi atau naik turunnya hormon. Salah satunya adalah hormon insulin, yang bisa mendorong kemunculan sebum, salah satu penyebab jerawat.
Pola makan yang salah akan menimbulkan dampak buruk meskipun makanan itu merupakan makanan sehat. Tubuh minimal membutuhkan zat gizi yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Setiap makanan mengandung zat gizi tertentu yang berbeda kadarnya dengan makanan lain, sedangkan tubuh membutuhkan serangkaian zat gizi dalam kadar tertentu. Kadar
gizi pada makanan harus seimbang atau sesuai dengan gizi yang dibutuhkan tubuh. Gizi yang masuk dalam tubuh tidak boleh kurang atau berlebih.
Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95%, maka didapatkan nilai p=1.000 Ini berarti bahwa nilai p > a (0,05). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian acne vulgaris pada mahasiswa semester v (lima) di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih luas faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan acne vulgaris.
sehingga dapat disimpulkan tidak adanya hubungan pola makan dengan acne vulgaris dalam penelitian ini karena ada faktor lain yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris pada mahasiswa semester viii stikes Tana Toraja seperti stres, personal hygiene dan penggunaan kosmetik.
Judul : Pengaruh makanan akibat timbulnya acne vulgaris pada mahasiswa FK UISU tahun 2020
Tujuan : untuk mengetahui hubungan makanan dengan timbulnya jerawat pada mahasiswa mahasiswi Fakultas Kedokteran UISU.
Metode : bersifat analitik dengan desain cross-sectional. observasi atau pengumpulan
data dilakukan sekaligus pada suatu saat yang
artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi dan dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.
Pembahasan : Acne vulgaris dapat muncul pada semua usia, tetapi pengaruh hormonal yang membuat acne vulgaris muncul pada masa remaja. Selain itu banyak faktor yang dapat memicu terjadinya acne vulgaris, seperti makanan dengan kadar lemak yang tinggi seperti (kacang-kacangan,
coklat, keju, susu, goreng-gorengan), karbohidrat, junk food dan jumlah kalori tinggi, aktifitas fisik meningkat, penggunaan kosmetik yang salah, penggunaan obat dan minuman terlarang, stress, mencuci kulit wajah (kebersihan), kondisi kulit wajah, iklim/suhu/lingkungan. Infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), dan keturunan. Selain faktor tersebut, akibat dari kurangnya pengetahuan tentang faktor-faktor pnyebab acne vulgaris.
Berdasarkan penelitian sebelumnya di Sumatera Utara hasil penelitian menunjukan dari 64 orang (55%) responden yang mengkonsumsi makanan yang dapat memicu timbulnya acne vulgaris: kacang-kacangan (kacang tanah), coklat, gorengan, makanan pedas, susu, keju, dan junk food, sebanyak 43 orang (67%) responden mengalami acne vulgaris.
Acne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun pada folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan nodul dan terjadi akibat gangguan produksi kelenjar minyak yang berlebihan sehingga mengakibatkan penyumbatan pada saluran folikel rambut dan pori pori kulit.
Beberapa penelitian menemukan bahwa produk olahan susu memperburuk acne vulgaris. Produk olahan susu dan makanan lainnya, mengandung hormon 5 α reduktase dan prekursor DHT lain yang merangsang kelenjar sebasea. Selain itu, acne vulgaris dipengaruhi oleh hormon dan growth factors, terutama insulin-like growth factor (IGF-1) yang bekerja pada kelenjar sebasea dan keratinosit folikel rambut. Produk olahan susu mengandung enam puluh growth factors, salah satunya akan meningkatkan IGF-1 langsung melalui ketidakseimbangan peningkatan gula darah dan kadar insulin serum.
Makanan sampah atau junk food kini semakin banyak digemari remaja baik hanya sebagai kudapan maupun “makan besar”. Makanan ini mudah diperoleh disamping lebih bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan lemak jenih, kolesterol dan natrium tinggi. Proporsi lemak lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu.
Ada pertambahan jumlah penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dan jerawat. Namun, para dermatolog sepakat, fakta ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian.
Jadi, Faktor makanan dapat mempengaruhi terjadinya acne vulgaris pada seseorang. Makanan yang tinggi akan lemak atau makanan cepat saji (junk food) akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami acne vulgaris.
Judul : Hubungan asupan lemak jenuh dengan kejadian acne vulgaris
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan lemak jenuh dengan kejadian acne vulgaris.
Metode : penelitian cross sectional dengan sampel 60 siswi SMA Negeri 5 Semarang berusia 14-18 tahun. Data primer seperti riwayat acne vulgaris diperoleh dari wawancara dan observasi. Data asupan diperoleh dari pengisian lembar food recall lalu dianalisis software nutrisoft. Selain data riwayat acne, peneliti juga mengambil data lain melalui wawancara seperti riwayat menstruasi, stress, kebersihan wajah, riwayat keluarga yang menderita acne. Analisis data dilakukan dengan uji chi square, dengan tingkat kemaknaan p < 0,05
Pembahasan : American Academy of Dermatology
mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2007 bahwa restriksi kalori memiliki dampak pada pengobatan acne dan bukti-bukti yang cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi makanan tertentu dengan kejadian acne vulgaris. Makanan dengan indeks glikemik tinggi juga meningkatkan konsentrasi insulin serum melalui IGF-1 dan meningkatkanDHT sehingga merangsang proliferasi sebosit dan produksi sebum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 60 siswi yang menderita acne vulgaris, yang mengonsumsi lemak jenuh lebih dari cukup sebanyak 30 siswi (50,0%), 24 siswi (40,0%) cukup, dan 6 siswi (10,0%) kategori lemak jenuh kurang.
Judul : Klasifikasi penyebab jerawat berdasarkan area pada wajah menggunakan metode grey level co-occurance matrix (GLCM)
Tujuan : untuk mencari penyebab jerawat bedasarkan letak pada wajah berbasis Image Processing.
Metode : Metode Gray Level Co-occurrence Matrix
melakukan ekstraksi tekstur dari menggunakan l fitur contrast, energy, correlation, dan homogeneity.
Pembahasan : Dalam penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah wajah manusia dalm kondisi berjerawat. Citra yang digunakan merupakan citra dalam bentuk RGB. Fitur metode Gray Level Co-Occurrence Matrix yang digunakan pada penelitian ini adalah kontras, korelasi, energi dan homogenitas.
Letak jerawat bisa menunjukkan kondisi kesehatan. Jangan memencet jerawat dengan sembarangan, sebaiknya mencari tahu di mana letak jerawat yang mengganggu penampilan.
1. Jerawat di Dahi
Munculnya jerawat di area dahi bisa terjadi karena pori-pori di area dahi dan sekitarnya tertutup dan tersumbat. Tidak hanya itu, penggunaan produk perawatan rambut seperti kondisioner atau sampo bisa memicu terjadinya jerawat di dahi. Penyebab lain mungkin adalah stres.
2. Jerawat di Hidung
Hidung terhubung dengan jantung, jadi apabila jerawat tumbuh di area hidung, artinya ada masalah kecil yang terjadi dengan organ jantung. Bisa juga, jerawat di hidung terjadi karena hobi mengkomsumsi daging dan makanan pedas. Tidak hanya itu, hidung penuh dengan pori-pori yang tidak dibersihkan dengan baik juga memicu terjadinya jerawat di hidung.
3. Jerawat di Pipi
Jerawat di pipi paling banyak di miliki oleh orang-orang. Namun jangan anggap remeh jerawat yang tumbuh di pipi. Area pipi terkoneksi pada paru-paru. Artinya jerawat pada pipi juga bisa menandakan adanya iritasi pada paru-paru. Bisa jadi karena polusi udara atau juga karena hal lain yang menggangu kesehatan paru-paru. Namun, bisa juga jerawat di pipi akibat kurangnya menjaga kebersihan.
4. Jerawat di Dagu
Letak jerawat di dagu seringkali menandakan hormon yang tidak stabil. Kondisi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem endokrin tubuh. Perubahan hormon menjadi suatu yang tidak bisa dihindari. Kita hanya bisa menghindari dengan kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, banyak minum air putih, mengkomsumsi buah dan sayuran, dan menjaga kebersihan kulit.
5. Jerawat di Antar Alis
Di antara kedua alis adalah zona alergi makanan muncul pertama kali. Intoleransi laktosa adalah faktor pemicu utama karena diet kaya makanan yang sulit dicerna, seperti makanan cepat saji. Jerawat yang terletak di antara kedua alis ini menandakan bahwa masalah terhadap organ hati. Menghindari begadang di malam hari, usashakan untuk selalu tidur minimal 8 jam.
Judul : Hubungan penggunaan KB hormonal terhadap muncul nya acne vulgaris pada wanita usia 20 - 40 tahun di puskesmas rajabasa indah bandar lampung tahun 2014.
Tujuan : untuk mengetahui hubungan penggunaan KB hormonal terhadap munculnya Akne vulgaris pada wanita usia 20-40 tahun.
Metode : bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling, besar sampel adalah 69.
Pembahasan : Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) salah satu efek samping penggunaan KB hormonal dalam bentuk suntik adalah munculnya akne.10 Dari penelitian yang dilakukan Nur Afni pada tahun 2005 di Kecamatan Jelai Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah dari 90 sampel ibu rumah tangga yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan terdapat 16,2% yang mengalami efek samping munculnya Akne vulgaris.
Berdasarkan studi pendahuluan penulis mendapatkan data wanita yang merupakan KB Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2014 berjumlah 69 orang yang terdiri dari 42 wanita yang menggunakan KB hormonal dan 27 yang menggunakan KB non-hormonal.
Ada hubungan penggunaan KB hormonal terhadap munculnya Akne vulgaris pada wanita usia 20-40 tahun di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung Tahun 2014 yang disebabkan karena hormon progesteron yang dapat memicu meningkatnya produksi kelenjar sebum sehingga
terjadi perubahan komposisi lemak pada permukaan kulit yang cendrung lebih berminyak. Minyak yang dihasilkan dapat menjadi media pertumbuhan kolonisasi bakteri Propionibacterium acne dalam folikel sebasea yang menyebabkan kulit berjerawat. Selain itu peningkatan sekresi sebum dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan saluran pilosebasea sehingga timbul
komedo yang merupakan gumpalan massa sebum yang menyumbat pori-pori sehingga kulit mudah membengkak serta iritasi dan menimbulkan peradangan pada kulit.
Hasil ini didukung teori Marwali yang menyatakan Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi dan dapat sembuh sendiri.
Faktor kedua menurut teori Djuanda dikarenakan komedo terbuka dan tertutup, papula, pustula dan lesi nodulkistik. Salah satu atau lebih tipe lesi dapat mendominasi, bentuk yang paling ringan yang paling sering terlihat pada awal usia remaja, lesi terbatas pada komedo pada bagian tengah wajah.
Akne vulgaris dapat dihindari atau dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan kulit wajah menghindari pajanan matahari secara langsung, menghindari peningkatan jumlah lipid sebum dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran yang dapat menyebabkan terjadinya Akne vulgaris dan menjaga kesehatan diri dan tubuh.
Judul :Sistem pakar diagnosis jerawat pada wajah menggunakan metode K-means clustering.
Tujuan : untuk memberikan pemahaman mengenai jenis jerawat, tingkat kelompok jerawat, saran mengatasi jerawat, dan informasi umum mengenai jerawat.
Metode : K - means clustering Metode ini merupakan proses analisis data menjadi kelompok-kelompok dimana data pada satu kelompok memiliki karakteristik yang sama dan memiliki karakteristik yang berbeda dari kelompok lain.
menggunakan 4 cluster untuk menentukan kelompok jenis jerawat, dengan keterangan bahwa cluster 0 adalah kelompok yang tidak mempunyai tingkat, cluster 1 adalah kelompok jenis jerawat ringan, cluster 2 adalah kelompok jenis jerawat sedang, dan cluster 3 adalah kelompok jenis jerawat parah. Kemudian, untuk langkah pertama menentukan nilai untuk 4 pusat cluster awal secara acak yang diambil dari data sampel, yaitu pusat cluster 1 (0:0), pusat cluster 2 (2:1), pusat cluster 3 (4:1), dan pusat cluster 4 (7:1).
Pembahasan : Pengetahuan mengenai jenis jerawat dan tingkat kelompok jerawat dimiliki oleh dokter sebagai pakarnya. Semakin berkembangnya teknologi yang sangat pesat, hasil dari pemikiran dan pelatihan pakar dapat diadopsi dengan menggunakan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence), khususnya sistem pakar. Komputer dapat bertindak sebagai konsultan yang cerdas dalam lingkungan keahlian tertentu sebagai hasil dari himpunan pengetahuan dari seorang pakar.
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) adalah bagian dari ilmu komputer yang mempelajari tentang bagaimana sebuah komputer bisa dibuat dengan sedemikian rupa agar dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian terhadap Sistem Pakar Diagnosis Jenis Jerawat Menggunakan Metode K- Means Clustering.
Sistem pakar ini dapat mendiagnosis jenis jerawat dan menentukan tingkat kelompok jenis jerawat, dari masing-masing letak sesuai gejala jerawat pada wajah pengguna dengan menggunakan metode k-means clustering, sehingga menghasilkan saran untuk mengatasi terjadinya jerawat.
Berdasarkan hasil pengujian validitas antara sistem pakar dengan pakar/dokter, menunjukkan bahwa tingkat keakuratan yang dihasilkan adalah sebesar 100% untuk diagnosis jenis jerawat dan 90,56% untuk menentukan tingkat kelompok jenis jerawat pada wajah pengguna.
Judul : Klasifikasi jenis jerawat wajah menggunakan arsitektur inception
Tujuan : untuk mengetahui klasifikasi jenis jerawat pada wajah lebih spesifikasi
Metode : menggunakan data collection, cleaning, prepocessing, dan data training
Pembahasan : Selain mengganggu penampilan, jerawat juga dapat menimbulkan masalah kesehatan mental yang bervariasi, mulai dari yang ringan hingga serius, yang sering kali tidak terlepas dari fenomena "acne shaming" yang sering dialami oleh individu dengan kulit berjerawat.
Menurut Dr. Purnama Sari (2019), seorang dokter spesialis kulit dari Erha, mengungkapkan bahwa di Indonesia, kasus jerawat sering ditemukan dengan jumlah hampir dua juta kasus per tahun. Kondisi ini terkait dengan iklim tropis dan panas di Indonesia, seperti di daerah Makassar, yang dapat menyebabkan kulit wajah menjadi berminyak.
Berdasarkan hasil testing yang telah dilakukan, didapatkan 3 data yang dideteksi berbeda dengan kelas yang telah ditentukan yaitu:
1. Data kedua pada kelas acne nodules dideteksi oleh sistem masuk ke kelas papula.
2. Data keempat kelas acne nodules dideteksi oleh sistem masuk ke dalam kelas acne fulminans.
3. Data ketiga kelas fungal acne dideteksi oleh sistem masuk ke kelas papula.
hasil penelitian : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa penggunaan arsitektur Inception V3 untuk mengklasifikasikan jenis jerawat pada wajah melalui platform website menunjukkan kinerja yang cukup baik.
1. Konfigurasi terbaik terdapat pada konfigurasi 3 yang menggunakan optimizer RMSprop, yang mendapatkan accuracy 0.9956 dan loss 0.0134. Selain itu, diperoleh validation accuracy 0.8190 dan validation loss 1.6791.
2. Model arsitektur Inception V3 menunjukkan kinerja yang cukup memuaskan dalam mengklasifikasikan jenis jerawat pada wajah. Hasil pengujian menggunakan data test menunjukkan accuracy 0.833334, precision 0.855556, recall 0.833334, dan f1-
score 0.838624.
Judul : Hubungan acne vulgaris dengan citra tubuh remaja di desa lonam kabupaten sambas kalimantan barat.
Tujuan : untuk mengetahui hubungan akne vulgaris dengan citra tubuh remaja di Desa Lonam Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.
Metode : Menggunakan metode cross sectional dengan besar sampel sebanyak 42 responden di Desa Lonam Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Hasil penelitian menggunakan uji statistik chi square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian terdapat hubungan antara akne vulgaris dengan citra tubuh remaja dengan p-value sebesar 0,016 (α < 0,05).
Pembahasan : Remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa yang terjadi pada usia antara 11-20 tahun (Kyle & Carman, 2014). Menurut Gunarsih (2009) dalam Hartanto (2012) menyatakan bahwa remaja berasal dari bahasa latin adolescent dengan arti to grow atau grow maturity.
Remaja dibagi berdasarkan penggolongan usia
yaitu masa remaja awal pada usia 10-12 tahun,
masa remaja tengah pada usia 13-15 tahun dan
masa remaja akhir 16-19 tahun. Batubara (2010) dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangnkusumo juga berpendapatbahwa ada tiga fase remaja yaitu remaja awal (early adolescent) dengan rentang usia 12-14 tahun, fase pertengahan (middle adolescent) rentang usia 15-17 tahun dan fase remaja akhir (late adolescent) dengan dimulai pada usia 18 tahun.
Pada masa ini banyak perubahan yang akan dialami remaja seperti perubahan fisik, peningkatan emosi dan sosial. Putro (2017) menyatakan bahwa perubahan fisik dapat terjadi baik internal maupun eksternal. Perubahan fisik internal meliputi sistem sirkulasi, hormonal, pencernaan dan sistem respirasi, sedangkan perubahan fisik eksternal meliputi tinggi badan dan berat badan. Peningkatan emosi yang terjadi pada masa remaja merupakan hasil dari perubahan fisik yaitu hormon dan merupakan tanda remaja dalam kondisi yang berbeda dari masa sebelumnya. Banyak tuntutan yang harus dilakukan remaja seperti mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Begitu juga pada sosial, di fase ini remaja mulai berhubungan dengan lawan jenis dan orang dewasa (Putro, 2017).
Perubahan yang terjadi pada remaja tersebut dapat menjadi masalah jika remaja tidak bisa menanganinya seperti keluhan mengenai penampilan fisik. Kyle dan Carman (2014) menyebutkan bahwa permasalahan fisik remaja dapat muncul karena pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan yang drastis dalam ukuran dan proporsi tubuh. Selain itu remaja sedang menjalani fase pubertas, dimana peningkatan sekresi hormon seperti estrogen, progesteron, androgen dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya jerawat.
Secara umum akne vulgaris ini lebih banyak muncul di wajah, namun kemungkinan muncul di bagian tubuh lain dapat terjadi seperti dada dan punggung. Akne vulgaris ini sering kali dianggap
sebagai masalah biasa oleh masyarakat, namun memberikan dampak yang cukup besar dalam kehidupan seseorang, khususnya remaja yang mulai peduli terhadap tampilan tubuhnya.
Mereka yang menderita akne vulgaris akan menjadi minder, takut di bully, cemas, depresi hingga mengisolasi diri karena tidak ingin wajah mereka dilihat oleh orang lain jika sudah sampai pada derajat berat. akne vulgaris tidak hanya berdampak pada fisik seseorang namun juga psikologis seperti rasa cemas, depresi hingga bunuh diri. Agustin dkk.
Citra tubuh berpengaruh cukup besar terhadap
perilaku seseorang dalam bertingkah laku (Banon dkk., 2009 dalam Agustin dkk 2018). Prihaningtyas (2013) dalam Kumala (2018), membagi dua klasifikasi citra tubuh yaitu citra tubuh positif dan negatif. Citra tubuh positif adalah bila individu merasa nyaman, puas terhadap diri dan percaya pada diri mengenai bentuk tubuhnya. Sedangkan citra diri negatif bila individu merasa malu terhadap diri sendiri, merasa tubuhya tidak menarik dan tidak percaya diri terhadap bentuk tubuhnya. Citra tubuh negatif disebabkan adanya ketidakpuasan remaja terhadap dirinya. Rasa tidak puas ini dimulai saat remaja memperhatikan fisiknya tidak sesuai dengan yang diharapkan (Agustin dkk., 2018). Hal ini yang terjadi pada remaja yang mengalami akne vulgaris.
Judul : Hubungan tingkat kepercayaan diri dengan jerawat (acne vulgaris) pada remaja di SMAN 7 Manado
Tujuan : untuk menganalisis hubungan tingkat kepercayaan diri dengan jerawat.
Metode : Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan waktu cross sectional (potong lintang). Subyek penelitian adalah siswa/i kelas X-XII SMA Negeri 7 Manado yang berjerawat dengan jumlah 90 responden yang dipilih dengan cara purposive sampling.Untuk menganalisis hubungan antara tingkat kepercayaan diri dengan jerawat digunakan teknik analisis Rank Spearman
Pembahasan/hasil penelitian : Rasa percaya diri penting dimiliki oleh setiap orang karena rasa percaya diri mendorong seseorang untuk menghadapi situasi dengan pikiran jernih dan menerima kelemahan diri sehingga tidak terpuruk pada perasaan bersalah dan rendah diri yang dapat menghambat dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Terkait dengan kepercayaan diri ini,
Koentjaraningrat menyatakan bahwa salah satu kelemahan generasi muda atau remaja adalah kurangnya kepercayaan diri.
Remaja dalam perkembangannya, dihadapkan oleh berbagai perubahan, mencakup perubahan biologis dan psikologis. Perubahan biologis yang terdiri dari perubahan fisik merupakan pencetus yang berdampak pada tahap psikis.4Perubahan kondisi fisik inilah yang berpengaruh pada kepercayaan diri. Penampilan fisik seperti wajah berjerawat yang tidak sesuai dengan gambaran ideal seorang remaja akan menimbulkan ketidakpuasan sehingga menimbulkan rasa kurang percaya diri.
Pada umumnya, remaja yang berjerawat akan mengalami perubahan keadaan psikologi berupa rendahnya kepercayaan diri.16 Namun pada kenyataanya belum tentu remaja yang berjerawat mengalami kepercayaan diri rendah.16 Seperti hasil dalam penelitian dalam jurnal ini, remaja yang berjerawat tetap merasa percaya diri, tidak terpengaruh oleh kekurangan pada keadaan fisiknya, seperti jerawat. Suatu saat mereka pasti pernah merasa malu dengan jerawat tersebut, akan tetapi mereka mempunyai mekanisme dan sumber koping yang baik, sehingga jerawat dianggap suatu hal yang tidak berarti.
Penelitian ini juga menunjukkan nilai koefisien korelasi antarajerawat dengan kepercayaan diri sebesar -0,068, artinya jerawat dengan kepercayaan diri memiliki hubungan negatif dimana keeratan korelasinya sangat lemah (< 0,20) sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan signifikan antara kepercayaan diri dengan jerawat. Hal ini menyatakan bahwa kondisi fisik dalam hal ini jerawat bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepercayaan diri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwanilai koefisien korelasi antara jerawat dengan kepercayaan diri sebesar -0,068, artinya jerawat dengan kepercayaan dirimemiliki hubungan negatif dimana keeratan korelasinya sangat lemah (< 0,20) sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan signifikan antara kepercayaan diri dengan jerawat (Sig=0,523).
Untuk mengurangi rasa ketidakpercayaan pada diri, masing - masing dari mereka berusaha untuk memperbaiki kulit mereka dengan cara apapun sekalipun itu hal nekat atau dengan cara tradisional.
Judul : Potensi Kulit Jeruk Bali (Citrus Maxima Merr) Sebagai Antibakteri Propionibacterium acne Penyebab Jerawat
Tujuan : mengetahui potensi kulit Jeruk Bali sebagai alternatif antibakteri P.acne penyebab jerawat.
Metode : Studi literatur menggunakan artikel penelitian maupun artikel tinjauan pustaka dari jurnal internasional dan nasional dalam 10 tahun terakhir. Diakses dari Pubmed, Garuda, NCBI, dan Google Scholar dengan mengetikan kata kunci. Digunakan 30 artikel terkait dalam penulisan article review ini.
Hasil/pembahasan : Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung juga ditemukan 12,9% kasus jerawat yang resisten dengan obat tetrasiklin, 45,2% resisten dengan obat eritromisin, dan 61,3% resisten terhadap obat golongan klindamisin
(Madelina and Sulistiyaningsih, 2018). Kondisi tersebut mendorong untuk pemanfaatan obat tradisional dari bahan alami di Indonesia semakin meningkat. Indonesia sendiri memiliki sekitar 30.000 tanaman medis walaupun baru sekitar 1.200 tanaman saja yang digunakan secara efektif oleh masyarakat Indonesia (Veronica et al., 2020). Jeruk dikenal memiliki sebagai agen antimikroba terhadap bakteri dan jamur. Banyak sekali spesies
jeruk. Salah satu contohnya adalah Jeruk Bali. Produksi Jeruk Bali di Indonesia mencapai 511 kg setiap tahunnya dengan berat kulit Jeruk Bali sejumlah 208 kg. Pada umumnya sebesar 50% kulit Jeruk Bali dibuang begitu saja. Padahal, jika
diperhatikan sebagian besar kandungan antioksidan Jeruk Bali terletak pada kulitnya. Kandungan tersebut antara lain: senyawa alkaloid, flavonoid, likopen, vitamin C, serta yang paling dominan adalah pektin dan tanin (Rafsanjani, Dwi and Putri, 2015). Senyawa-senyawa antioksidan dalam kulit jeruk inilah merupakan kandungan kulit Jeruk Bali yang memiliki potensi sebagai agen antibakteri terhadap P. acne.
Belum ada penelitian yang membahas tentang kulit Jeruk Balisebagai antibakteri terhadap bakteri P.acne penyebab jerawat. Studi terdahulu hanya menemukan bahwa kulit Jeruk Bali bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebseilla pneumonia, dan Salmonella typhi (Zhu et al., 2017).
Sebagian besar kandungan antioksidan dan vitamin C Jeruk Bali berada pada kulitnya. Antioksidan yang dikandung dalam kulit Jeruk Bali antara lain likopen, vitamin C, alkaloid, fenol, tanin, triterpernoid, saponin, flavonoid. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam kulit Jeruk Bali berjenis naringin dan hesperidin(Rafsanjani, Dwi and Putri, 2015). Selain itu juga, kulit Jeruk Bali kaya akan senyawa pektin (Wana and Pagarra, 2013).
kesimpulan : Ekstrak kulit Jeruk Bali (Citrus maxima merr) berpotensi sebagai antibakteri
terhadap bakteri P.acnes penyebab jerawat karena kandungan antioksidannya. Perlu penelitian lebih lanjut terkait konsentrasi ekstrak yang diperlukan berserta efek samping yang ditimbulkan.
Judul : Perilaku mahasiswa terkait cara mengatasi jerawat
Tujuan : untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa mengenai jerawat dan cara mengatasinya.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian cross
sectional. Instrumen yang digunakan adalahinterview administered questionnaire. Populasi sasaran penelitian ini ialah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan
kriteria inklusi yaitu mahasiswa berusia 17-23 tahun dan bersedia mengisi form informed consent. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling. Variabel penelitian ini meliputi
perlakuan terhadap jerawat (pencegahan jerawat dan perawatan jerawat), pemilihan produk antiacne
(jenis produk dan informasi produk), dan penggunaan produk antiacne. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Penentuan jumlah responden berdasarkan rumus perhitungan besar sampel, jika jumlah mahasiswa ITS 20.229 dengan
d=0,1 maka didapatkan jumlah sampel minimal 100 orang. Responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120 orang sesuai kriteria inklusi.
Hasil/pembahasan : Berdasarkan hasil penelitian, seperti yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa 118 responden (98,3%) pernah berjerawat, 78responden (65,0%) mulai berjerawat pada usia 16-20 tahun, 100 responden (83,3%) mencuci muka sebelum tidur, 65 responden (54,2%) menggunakanmasker, 42 responden (35,0%) mengatasi jerawat dengan memencet, 52 responden (43,3%) menggunakan produk aloevera gel, dan 43responden (35,8%) menganggarkan <Rp50.000,00 untuk perawatan wajah. Beberapa responden telah melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi jerawat dengan penggunaan skincare dan tindakan pencegahan lainnya, namun beberapa responden melakukan tindakan yang tidak tepat seperti memencet jerawat (35,0%) dan mengoleskan pasta gigi (2,5%) sehingga perlu pemberian edukasi yang tepat.
Berdasarkan hasil penelitian pada 120 responden sebanyak 73 responden (60,8%) beranggapan bahwa salep antiacne yang sudah digunakan dan
masih tersisa dapat digunakan lagi hingga tanggal kedaluwarsa. Padahal, terdapat Period After Opening (PAO) yaitu simbol yang menunjukkan lamanya masa pakai produk setelah kemasan dibuka.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil survei mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa terkait cara mengatasi jerawat, diperoleh kesimpulan bahwa sebanyak 73 responden (60,8%) belum mengetahui bahwa sediaan salep antiacne yang sudah digunakan dan masih tersisa hanya boleh digunakan paling lama selama 3 bulan. Sebanyak 90 responden (75,0%) kurang sadar bahwa perlunya berkonsultasi ke dokter atau klinik kecantikan jika berjerawat dan sebanyak 98 responden (81,7%) tidak menghindari junk food atau cokelat dalam mencegah timbulnya jerawat.
Komentar
Posting Komentar